Sabtu, 18 Februari 2012

Dewara

            Tidak lelah Dewa mondar-mandir sedari tadi di hadapan ibunya. Raut wajahnya penuh kegelisahan.
           “Wa, kita harus terima kenyataan ini.” Ucap ibu Ajeng pada anaknya, Dewa, yang masih saja mondar-mandir di hadapannya.
           “Tapi Bu, bagaimana dengan Ara?”
           “Kita jelaskan baik-baik.”
           Dewa tidak menjawab lagi. Ia benar-benar tidak siap dengan kenyataan. Dewa tidak bisa lagi bersama Ara. Ya, memang benar. Dewa tidak bisa berada di samping Ara selamanya.
         Pintu rumah Dewa seperti ada yang mengetuk. Kemudian, ibu Ajeng membuka pintu. Nyonya Shelly datang. Ibu Ajeng menyambut dengan hangat kedatangan Nyonya Shelly. Ibu Ajeng, Nyonya Shelly, dan Dewa berada di ruang tamu. Mereka berbincang mengenai Ara. Nyonya Shelly berniat untuk mengambil Ara saat itu juga. Dewa terkejut. Sebab ia tak menyangka kalau Nyonya Shelly akan mengambil Ara secepat ini. Dewa meminta pada Nyonya Shelly agar membiarkan Ara tinggal di rumahnya beberapa hari lagi. Sebenarnya Nyonya Shelly tidak bisa menahan perasaannya untuk tinggal bersama Ara, namun ia mengerti keadaan Dewa dan ibu Ajeng.
            Ara pulang dari sekolah. “Assalamu’alaikum.” Sapa Ara seperti biasanya ketika memasuki rumah. Ibu Ajeng, Dewa, dan Nyonya Shelly menjawab salam Ara. “Wa’alaikumsalam.” Ara terkejut melihat Nyonya Shelly yang telah duduk di ruang tamu bersama ibu Ajeng dan Dewa. Setelah itu, Ara langsung keluar dari rumah. Ia berlari. Nyonya Shelly ingin mengejar Ara namun Dewa meminta pada Nyonya Shelly agar membiarkan ia saja yang mengejar Ara. Nyonya Shelly menangis lalu pamit pulang pada ibu Ajeng.
            Dewa terus mengejar Ara. Sampailah mereka di taman. Ara tidak sanggup lagi berlari. Ara menangis.
           “Kenapa? Kakak rela membiarkan Ara pergi? Atau memang itu keinginan kakak? Ara menyusahkan kakak dan ibu?”
        “Nyonya Shelly itu ibu kandungmu, Ara. Beliau mama Ara. Dan memang sewajarnya Ara tinggal bersamanya.” Jelas Dewa pada Ara dengan tatapan penuh keyakinan.
            “Memangnya masih bisa dibilang orang tua setelah membuang anaknya sendiri?”
           “Dia tidak membuangmu, Ra. Dia saja tertipu oleh bibimu. Bibimu yang telah membuatmu seperti ini. Bukan dia. Dia juga korban, sama sepertimu.”
          “Itu hanya bualan yang dibuatnya. Kakak sudah termakan oleh omongannya. Jangan percaya, Kak.”
        “Harus berapa kali lagi kakak menjelaskannya padamu, Ra? Apa sekarang kakak harus menjelaskannya lagi supaya kamu paham?” Begitulah Dewa. Berusaha meyakinkan Ara bahwa Nyonya Shelly memang benar orang tua kandung Ara. Kenyataan itu mulai terungkap semenjak Dewa bekerja di sebuah perusahaan swasta milik teman Nyonya Shelly. Ketika itu, Nyonya Shelly terjatuh di tangga dan ditolong oleh Ara yang kebetulan mengantar berkas Dewa yang tertinggal di rumah. Dari peristiwa itulah, Nyonya Shelly merasa ada yang aneh ketika ditolong oleh Ara. Ia merasa dekat sekali dengan Ara. Kemudian, Nyonya Shelly mulai mencari informasi mengenai Ara. Dan pada akhirnya, Nyonya Shelly sudah bisa memastikan bahwa Ara adalah anaknya yang selama ini dicarinya.
          “Kak, sampai sekarang pun Ara masih menganggap kak Dewa dan ibu adalah keluarga Ara. Kalianlah keluarga Ara yang sebenarnya. Bukan Nyonya Shelly atau siapapun.”
            “Iya, kakak tahu. Tapi bagaimanapun juga, Nyonya shelly itu ibu kandung Ara.”
            “Ara masih belum mengerti kenapa seperti ini.”
            “Lambat laun kamu akan mengerti, Ra.” Tutur Dewa sambil tersenyum pada Ara.
           Ara masih dalam linangan air matanya. Ia benar-benar tak menyangka akan begini jadinya. Ia memeluk Dewa dengan sangat erat. Hari semakin sore. Senja menyapa. Dewa berusaha melepas tangan Ara tapi genggamannya begitu kuat. Dewa memanggil tapi tidak ada respon. Dewa melihat Ara. Ternyata mata Ara terpejam dan raut wajahnya pucat. Dewa panik. Kemudian Dewa membawa Ara ke rumah sakit.
            Dewa menunggu di ruang tunggu.
            “Bagaimana keadaan Ara? Kenapa dia bisa seperti itu?” Tanya Nyonya Shelly dengan gelisah ketika datang ke rumah sakit.
          Dewa menjelaskan pada Nyonya Shelly tentang peristiwa di taman. Nyonya Shelly menangis. Tak lama kemudian, dokter keluar. Nyonya Shelly dan Dewa mendekati dokter dan bertanya keadaan Ara.
      “Dia sudah lebih baik. Sepertinya maag yang ia derita sudah parah sekali. Besok pagi saya akan memeriksanya kembali. Mudah-mudahan tidak apa-apa.” Jelas dokter kemudian berlalu.
       Dewa mempersilahkan Nyonya Shelly untuk melihat keadaan Ara namun Nyonya Shelly menolak. Nyonya Shelly tidak mau menambah keadaan Ara tambah parah. Ia justru menyuruh Dewa untuk menemani Ara. Dewa masuk ke dalam kamar Ara. Terlihat Ara masih terpejam. Dewa duduk di samping Ara. Ia menitikkan air mata tanpa bersuara dan memegang tangan Ara. Tak terasa, mata Dewa pun terpejam.
            Beberapa jam kemudian, Dewa terbangun. Ia melihat Ara masih tertidur. Dewa beranjak dari tempat duduknya. Ketika Dewa ingin keluar dari kamar, Ara memanggil Dewa. Ara terbangun. Ara meminta Dewa untuk tetap di sampingnya.
       “Kak, apapun yang terjadi, Ara tetap bersama kalian. Bersama kakak dan ibu.” Ucap Ara dengan pelan-pelan sambil menitikkan air mata.
            “Sudahlah, jangan pikirkan masalah itu.” Balas Dewa sambil tersenyum dan menghapus air mata Ara.
            “Tapi Kak, Ara tidak mau berpisah sama kakak dan ibu. Ara sayang kalian.”
            “Ra, kakak sama ibu juga tidak mau pisah sama Ara. Kakak sama ibu juga sayang sama Ara. Tapi kita tidak bisa seperti dulu lagi. Begini ya, sekarang Ara sudah  bertemu dengan ibu kandung Ara. Jadi Ara harus tinggal sama beliau. Lagi pula, Nyonya Shelly bisa membiayai kebutuhan sekolah Ara sampai perguruan tinggi.”
        “Jadi kakak tidak mau lagi membiayai Ara? Lagi pula, Ara tidak apa-apa tidak meneruskan ke perguruan tinggi asalkan bisa tinggal bersama kakak dan ibu.”
            “Bukannya kakak tidak mau membiayai sekolah Ara tapi sekarang ada Nyonya Shelly, ibu kandung Ara. Dia berhak untuk hidup bersama Ara. Pokoknya Ara harus kuliah, supaya bisa menggapai cita-cita Ara. Kalau Ara tidak mau kuliah, terus Ara tidak bisa mencapai cita-cita, itu berarti Ara sudah menyakiti ibu. Ara mau melihat ibu sedih?”
Ara menggeleng. Kemudian Dewa meneruskan omongannya. “Makanya, Ara harus kuliah. Nanti kalau Ara sudah berhasil, pasti ibu bangga sama Ara. Iya ‘kan?” Ara tersenyum. Dewa menggenggam tangan Ara. Tak lama kemudian, mata Ara terpejam lagi. Dewa kembali ke rumah.
Dewa berada di kantor. Ia sedang menyelesaikan tugasnya dan ketika itu, Nyonya Shelly mengiriminya pesan. Nyonya Shelly mengatakan bahwa ia minta maaf karena harus membawa Ara ke luar negri. Ternyata Ara memiliki penyakit leukemia dan harus diobati dengan cepat. Makanya, Nyonya Shelly mengobati Ara ke luar negri sebab Nyonya Shelly memiliki teman seorang dokter yang hebat dan ia yakin, temannya bisa mengobati anaknya.
Dewa langsung ke rumah sakit namun terlambat, Ara sudah keluar dari rumah sakit dari tiga jam yang lalu. Dewa menelepon Nyonya Shelly tapi tidak diangkat. Dewa terus berusaha namun hasilnya nihil.
Dewa terkulai lemas di bangku taman. Ia mengingat peristiwa kemarin ketika ia masih bersama Ara. Tak lama kemudian, ponsel Dewa berdering. Ternyata Nyonya Shelly. Ara dan Dewa berbicara. Ara meminta maaf pada Dewa atas kepergiannya. Ara menangis dengan terisak.
“Ra, kamu jangan nangis. Kamu harus semangat. Kakak mengerti kepergianmu. Kamu tidak perlu khawatir, kakak sama ibu tidak apa-apa. Sekarang yang kamu butuhkan adalah Nyonya Shelly, ibu kandungmu. Ia akan memberikan kasih sayang yang tulus dan akan merawatmu. Kami di sini akan mendoakanmu selalu. Sudah, hapus air matamu.”
“Iya, kak. Nanti kalau Ara sudah kembali lagi, kakak sama ibu datang ke rumah Ara. Ara sayang kalian.”
Begitulah percakapan singkat mereka. Penuh haru biru. Dewa tak bisa menahan lagi, ia menangis. Menangis dalam senja.
“Kakak akan mendoakanmu selalu, Ra. Kakak harap, kamu cepat sembuh, lalu kamu bisa meneruskan sekolah dan melanjutkannya ke perguruan tinggi. Dan kamu bisa meraih cita-citamu. Kakak harap, kehidupanmu akan lebih baik. Kakak yakin, Nyonya Shelly pasti akan membuatmu bahagia. Kakak menyayangimu. Akan selalu menyayangimu.”
***

3 komentar:

  1. cerita diatas serasa kisah nyata sob.. jadi pengen ikut mendo'akan, semoga ara lekas sembuh.. sahabat baik saya, meninggal karena leukimia 5 tahun yang lalu.. semoga ara bisa jauh lebih kuat.. :)

    BalasHapus
  2. itu hanya fiktif belaka kok, cm imajinasi aja,
    gag nyangka bisa berasa kisah nyata,
    i'm sorry to hear that,
    makasi doanyaa *_^

    BalasHapus
  3. ass.maaf zah ni faiza elysia mau ngirim jawaban tugas cerpen yang diatas zah
    alur=alur maju
    tempat=ruang tamu,taman,rumahsakit,kantor.
    waktu=(sore hari dan pagi hari)
    suasana=sedih
    tokoh=dewa,ara,ibu ajeng,nyonya shelly.
    watak=dewa(protagonis)
    ara(protagonis)
    ibu ajeng (protagonis)
    nyonya shelly(protagonis)
    sudut pandang=sudut pandang orang pertama
    pesan=kita harus hormati kedua orang tua kita terutama ibu walaupun mereka sudah salah dalam bertindak jangan membenci mereka karna sampai kapan pun mereka tetap orang tua kita.
    tema=orang tua yang tertipu oleh adik nya dan kehilangan anak nya dan anak nya mengidap penyakit leukimia

    BalasHapus