Rabu, 28 Desember 2011

kukira, malam akan menyiapkan pagi untukku
sebab telah kuteriakkan
jiwa kering ini
saat jangkrik melantunkan nada,
nyatanya,
angin hanya membuka luka lama
yang telah kutimbun
ilalang bergoyang kerontang

Selasa, 27 Desember 2011

hembusan

harus dari mana dulu kusampaikan hembusan ini
timur?
barat?
atau
utara?
selatan?
entahlah
aku pun tak tau hembusan apa ini
kemana hembusan ini pun aku juga tak tau

kalian bingung?
terlebih lagi aku,
sungguh,
aku tak bermaksud tak tau menau
tapi inilah nyatanya
karna aku memang benar_benar tak tau
aku tak begitu mahir untuk hal seperti ini

ada yang tau kemana aku harus bertanya?
ruang mana yang bisa kujadikan berlabuh sejenak tuk bernafas?
atau
ada yang bersedia mengantarkan hembusan ini?
tolong pada siapapun yang di sana,
tidakkah kalian mendengar hentakan jantung yang tak lagi merdu nadanya?

Sabtu, 24 Desember 2011

11 tahun

saat ini aku masih berharap agar kita bisa bertatap muka lagi, seperti 11 tahun yang lalu. entah mengapa, akhir-akhir ini wajah kalian terbayang olehku. di saat kita barmain bersama. aku sangat berterima kasih pada Allah karena telah dipertemukan dengan kalian semua. aku ingin mengulang kisah yang pernah kita jalin. mengulang tiada habisnya.
untuk mbak eka, mbak ela, n tiwi, gue pengen banged bareng kalian lagi. maen samasama. yang gue inget, kita maen sepeda bareng sampe lapangan bagio. inget gag? trus kita juga pernah maen petak umpet di lapangan deket rumah kita. oh iya, kita kan juga ngaji bareng-bareng. kita ngaji di tempatnya pak haji Goni, kita diajar sama bu pipit n bu zubaidah. kemaren tuh yang nikah bu zubaidah ato bu pipit ya? gue lupa :)
seru daahh pokoknya bareng kalian. o ya, kita juga pernah lomba bawa gundu pakek sendok. waktu itu yang ikut, gue, mbak eka, mpok ela, n kak keren. haha. lucu dehh. gue punya fotonya. kapan yaa kita bisa bareng lagi? sekarang pasti udah gede yaa. gag nyangka aja, kita terpisah ruang yang begitu sulit mempertemukan kita.
dan untuk temen_temen di 07, gue juga pengen ketemu kalian. kalian yang pernah ngisi hari-hari gue. banyak banged hal yang pernah kita lalui. apalagi Fika, gue ngerasa deket sama lo, secara gitu kan rumah kita deketan. walopun lo saingan gue di sekolah, tapi gue gag ngerasa kayak gitu kok. kita kan saingan secara sehat. iyaa gag? hehe. tiara, gue pengen makan bakso bokap lo, hihi. nina, apa sekarang suara lo masih serak_serak basah? linda, masih takut sama jarum suntik? lastri n kokom, kalian masih lengketkah? fauzia, masih tinggal di rumah yang lama? ani, gimana lo sekarang? nizar, gue mo nyoba pempek bokap lo, hehe. ari, lo masi playboy gag? jodi, gue pengen nyeplokin lo lg kayak waktu lo ultah, hihi. les, masih tinggal di nobar? masi banjir gag? dan buat yang laennya, oky, mekka, bowo, radika, imam, pokoknya kalian semua dahh. kangen banged gue.
kalian inget gag kita pernah maen luncur_luncuran di sekolah? baju kita jadi basah semua. kalo kita pramuka, kita berteduh di bawah pohon beringin sambil nyanyi_nyanyi. kita senam bareng di lapangan. kita rame_rame nyerbu kantinnya pak apa yaa, gue lupa namanya, hehe.
waktu kita kelas satu, wali kelas kita bu Sugiarti. baek banged daahh. gimana yaa kabar bu sugiarti? sehat kan? o ya, gimana pak ris? yang paling gue inget sampe sekarang, yaitu nada buat ngapal arah mata angin, itu kan yang ngajarin pak Ris. apa ubannya dah tambah banyak? yaa ampun, bener_bener kangen gue.
gue cuma bisa berharap, bisa ketemu kalian semua. semoga Allah mendengar doa gue dan ngabulinnya. amin.
miss u all
*_^

Jumat, 23 Desember 2011

Lara

Akhirnya hari ini pun tiba. Setelah tiga tahun lamanya Lara mengikuti pendidikan lanjutan pertama, sekarang waktunya untuk melanjutkannya untuk mengikuti pendidikan menengah atas. Hal yang paling ditunggu Lara ialah mengenakan seragam putih abu-abu. Menurutnya, seragam itulah seragam tertinggi dari pendidikan sebelumnya dan membuatnya bangga jika bisa mengenakan seragam itu.
Sekolah dipenuhi kecemasan seluruh murid kelas 3, termasuk Lara. Kecemasan mereka akan hasil kelulusan nanti, beberapa menit lagi. Lara pun menunggu hasil kelulusan dengan kekhawatiran juga, dan takut tidak bisa menerima hasil yang tidak diinginkan. Bagaimana ia bisa menerima hasil itu dan bagaimana ia mempertanggungjawabkan hasil seperti itu pada orang tuanya. Lara hanya bisa berdoa.
“Sudah siap anak-anak?” kata Ibu Mala.
“Dari tadi, Bu.” Jawab Nino, salah satu siswa kelas tiga.
“Sekarang saja keluarkan hasilnya.” Tambah yang lainnya.
“Iya, Bu. Sekarang saja.”
“Baiklah. Tapi harus janji, tidak boleh mendorong teman. Jangan saling berebutan. Saling bergantian ya.”
“Iya, Bu.”
Kemudian ibu Mala mulai mengeluarkan papan pengumuman kelulusan. Lara berhasil berdiri paling depan. Bersama Ita, sahabatnya. Lara berusaha mencari nomor ujiannya. Awalnya Ita yang telah berhasil menemukan nomornya. Dinyatakan lulus. Tapi Lara belum juga menemukan nomornya sendiri. Kemudian Ita membantu Lara. Lara berusaha teliti mungkin mencari dan mengamatinya dengan baik-baik. Dan akhirnya ditemukan. Lara menemukan nomornya dan juga dinyatakan lulus. Lara dan Ita sangat bahagia sekali. Akhirnya mereka bisa menyelesaikan pendidikannya.
Keesokan harinya, Lara sibuk mengurusi ijazah dan menentukan sekolah mana yang akan ia tuju selanjutnya. Sekolah memberikan dua pilihan untuk melanjutkan pendidikan bagi anak muridnya, begitu juga bagi Lara. Lara telah menentukan pilihan sekolahnya, yang pertama yaitu SMAN Maju Bersama, sekolah yang diinginkannya sejak duduk di bangku lanjutan pertama, dan SMAN Luhur, sekolah yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.
Setelah menunggu beberapa hari akhirnya keputusan itu pun diumumkan. Keputusan yang akan membuat Lara semakin mudah untuk mencapai cita-citanya. Sebab hari ini dimana sekolah menengah atas akan mengumumkan siswa-siswi yang telah berhasil lolos dalam seleksi penerimaan siswa tahun ini. Lara pergi ke sekolah pilihan pertama bersama ibunya. Awalnya tidak begitu mengenal daerah sekitar sekolah itu, namun berhasil ditemukan juga.
“Alhamdulillah.” Ucap syukur Lara.
Lara bersyukur karena diberikan kepercayaan untuk menjadi salah satu siswa di sekolah ini. Ternyata Lara bisa melanjutkan pendidikannya di sekolah yang sangat diinginkannya selama ini dan ia tidak akan menyia-nyiakannya. Tidak hanya Lara, sebagian besar teman-teman Lara juga diterima di sekolah ini, termasuk Ita. Perkiraan Ita tidak tepat. Ita berpikir bahwa ia tidak akan diterima di sekolah ini dan tidak bisa bersama Lara lebih lama. Tapi nyatanya, Ita diterima dan mereka masih bisa tetap bersama. Benar-benar membahagiakan.
“Pengembalian formulir dan penyelesaian administrasi diberikan waktu 5 hari sejak hari ini dan jika melewati batas, siswa dianggap batal.”
Lara mengulang membaca kalimat itu. Memang tidak ada yang menarik, namun bagi Lara, ini sangat menarik. Waktu 5 hari itu tidak lama. Ia tahu bahwa orang tuanya pasti memberikan yang terbaik untuknya. Lara pun yakin bahwa ia akan mengikuti pendidikan di sekolah ini. Tahun ini juga.
“Nak, ayah sedang dan akan berusaha untuk sekolahmu. Doakan ayah.”
“Pasti, Yah. Lara selalu berdoa agar ayah diberikan kesehatan dan diberi rezeki supaya Lara bisa menggapai cita-cita Lara.”
“Ibu juga akan berusaha.”
“Terima kasih, ibu, ayah. Lara sayang kalian.”
Mereka pun berpelukan. Begitu hangatnya. Lara sangat menyayangi orang tuanya, begitu juga sebaliknya. Mereka tidak hanya bertiga, sebab Lara memiliki seorang adik. Odi namanya. Odi telah mengikuti pendidikan sekolah dasar dan kini duduk di bangku kelas 5. Mereka bukan dari keluarga yang mampu, melainkan keluarga kurang mampu. Namun kenyataan ini tidak mematahkan semangat Lara untuk mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Lara ingin menjadi dokter karena ia ingin memberikan pelayanan kesehatan kepada orang-orang yang membutuhkan, terutama kepada mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Lara berpikir, kesehatan itu penting sebab jika kita sehat, kita akan nyaman melakukan apapun kegiatannya.
Waktu telah berjalan empat hari dan besok adalah hari terakhir. Namun sampai sekarang Lara belum menyelesaikan administrasi. Bukan ingin menunda namun memang masih ada yang kurang. Lara berusaha menerima walaupun sebenarnya Lara sudah merasa ketakutan. Takut jika ia akan gagal tahun ini.
“Nak, apakah besok itu benar-benar hari terakhir?” Tanya ayahnya.
“Iya ayah.” Jawabku.
“Seandainya Allah mengizinkanmu untuk melanjutkan pendidikan tidak tahun ini, tapi tahun depan. Bagaimana?”
Lara terdiam. Tidak bisa menjawab. Pertanyaan yang sulit. Antara keinginan dan kenyataan. Lara berusaha mengeluarkan kata-kata namun air mata yang berhasil mendahuluinya.
“Lara, kami tidak bermaksud mematahkan semangatmu tapi ayah dan ibu hanya memberimu pilihan yang mungkin akan terjadi.” Jelas ibu.
“Ya sudah. Hapus air matamu. Sekarang Lara tidur. Ayah dan ibu akan berusaha semaksimal mungkin.” Tutur ayah.
Lara pun menghapus air mata dan pergi meninggalkan orang tuanya menuju kamar tidur. Lara berusaha menenangkan diri dan masih berharap.
Esoknya, Lara masih dalam pengharapan. Berharap akan mengikuti pendidikan tahun ini. Semoga saja. Namun orang tuanya belum memberi tanda itu. Pikir Lara, apa benar ia akan melewati kesempatan ini dan melanjutkannya tahun depan.
Waktu terus berjalan. Sekarang pukul 11.00 wib dan belum ada tanda-tanda kehidupan bagi Lara. Tanpa disadarinya, Lara pun kembali meneteskan air mata sambil mengingat bahwa hari ini ialah hari terakhir, lebih tepatnya dua jam lagi akan ditutup. Tapi Lara masih berdiam diri di rumah. Orang tua Lara masih berusaha memperjuangkannya. Berusaha membantu Lara untuk mengejar cita-citanya.
“Maafkan ayah, Nak. Ayah sudah berusaha namun inilah kemampuan ayah.”
“Ibu juga sudah berusaha meminjam sama Ibu Retno, tapi karena hutang yang kemarin belum lunas jadi dia tidak mau memberikan pinjaman lagi. Sedangkan yang lain, juga memerlukan uang untuk membiayai keperluan anak mereka.”
Kembali air mata menemani Lara. Semakin lama semakin deras. Lara tak bisa menahannya. Lara benar-benar akan kehilangan kesempatan ini, pikirnya.
“Baiklah. Lara menerima ini. Lara tidak akan marah pada ayah dan ibu. Justru, Lara berterima kasih pada ayah dan ibu karena sudah berusaha untuk Lara. Terima kasih sekali. Terima kasih karena kalian telah berjuang untuk Lara. Lara berusaha menerima semua ini. Mungkin ini yang terbaik untuk Lara.” Tutur Lara sambil mendekati orang tuanya dan masih dalam keadaan isakan tangisnya.
Ketakutan ini terjadi juga. Sebelumnya Lara telah menduga peristiwa seperti ini namun Lara menangkisnya dengan mempercayai bahwa Allah akan membantunya. Namun mau bagaimana lagi, inilah kenyataan yang harus diterima Lara. Lara harus memahami kemampuan ayah dan ibunya.
“Ita?” Kata Lara.
Lara pun menghapus air matanya. Dan terkejut melihat kehadiran Ita.
“Kenapa kamu tidak cerita sama aku, Ra? Kamu anggap aku apa?” Tanya Ita.
“Apa Ta? Kamu bicara apa? Kamu sahabat aku tentunya.”
“Sahabat? Kamu bilang sahabat? Kalau kamu anggap aku sahabat, lantas kenapa kamu tidak berbagi semua ini denganku.”
“Berbagi apa?”
“Aku sudah mendengar semuanya. Kamu tidak perlu menutupinya lagi. Sekarang kita pergi ke sekolah kita.”
“Mungkin ini takdir aku, Ta. Takdir bahwa aku akan melanjutkan pendidikan tahun depan. Lagi pula, aku sudah banyak merepotkanmu.”
“Aku tidak merasa direpotkan. Ya sudah, Lara aku ikhlas membantumu karena aku sudah menganggapmu seperti saudara. Dan sekarang aku wajib membantu saudaraku yang membutuhkan pertolonganku.”
Kemudian Ita, Lara, dan ibu Lara pergi ke sekolah. Waktu telah menunjukkan pukul 12.45 wib. Langkah mereka semakin dipercepat. Di tengah perjalanan mereka bertiga sambil berdoa, semoga masih diberi kesempatan. Terik matahari tidak dihiraukan. Dan akhirnya mereka sampai di tempat pengembalian formulir dan penyelesaian administrasi, pukul 12.55 wib. Sepi. Memang sudah sepi karena yang lain sudah selesai menyelesaikan tahap ini. Dan aku pun terdaftar sebagai siswa di sekolah ini, tahun ini juga.
“Terima kasih, Ta. Terima kasih sekali.”
Mereka berdua pun berpelukan. Pelukan hangat persahabatan.
***

flashback

banyak hal yang tidak aku ketahui dalam hidup ini dan ada banyak rahasia yang tidak bisa aku ungkap. begitu pula dengan pertemuan kita. tak pernah kuduga selama ini bahwa akan ada kisah di antara kita. kisah dimana kita menyatukan rasa yang tidak biasa. rasa yang cukup membuat hidup berubah. walau pada akhirnya rasa itu tak mungkin lagi bersama. aku mengerti kenapa rasa itu harus berakhir, walau sebenarnya berat untukku melepasnya. kau tau tidak? bagaimana rasanya seperti ini? pedih memang pedih. sakit yaa memang sakit. tapi mau bagaimana lagi. dua rasa yang tak mungkin tuk disatukan lagi. aku tak bisa memaksakannya. aku hanya tak habis pikir, di saat orang-orang di sekitarku menerimamu, kau lebih memilih beranjak. yaa sudahlah. saat ini aku berada dalam masa menata kembali. entah berapa lama. aku tak tau.

Kamis, 22 Desember 2011

Bertahanlah Sejenak

Pagi ini,
awan di luar sana indah sekali
sama indahnya
saat aku menikmati hari-hari bersamamu
dan embun ini,
sejuk mengawali hari
itupun sama
seperti engkau menyejukkan hatiku

maaf jika lisan ini
pernah membuat amarahmu 'tak terkendali
maaf jika goresan tangan ini
pernah juga membuat lara hatimu

hanya maaf yang bisa kuhaturkan padamu
walau kutahu,
seribu maafpun 'tak bisa
melebihi kasih sayangmu selama ini
pengorbananmu, perhatianmu,
dan kesetiaanmu padaku

Mama,
bertahanlah sejenak
aku ingin melihat bibirmu merekah
ketika kau menikmati hasil jerih payahmu
dalam membimbing dan menemaniku