Selasa, 31 Desember 2013

#Kilas2013


Berbicara 2013, bagi saya sangat beragam karena terjadi berbagai hal yang memberikan banyak pengalaman. Awal 2013 saya berjuang untuk bisa mengerjakan proposal skripsi tapi sebelum mengerjakannya tentu harus diterima dulu judulnya. Nah saya pun mengajukan judul ke ketua prodi, pak Rustam. Namun beliau kurang menyukai judul yang saya ajukan. Sedih itu pasti ketika ditolak. Saya sempat mengurung diri untuk tidak ke kampus. Kemudian saya berpikir, setiap kesuksesan tidak ada yang mudah dan kegagalan itu keberhasilan yang tertunda.
Selain sibuk mengajukan judul, saya sibuk siaran di radio. Alhamdulillah sampai sekarang masih bertahan di radio tersebut. Sampai pada akhirnya saya harus mengikuti KUKERTA (kuliah kerja nyata) di desa Pelawan, Sarolangun. Kukerta dari April sampai Juni. Kurang lebih selama dua bulan menjalani kukerta rasanya gado-gado. Mendapat teman baru dari berbagai fakultas. Beradaptasi di lingkungan baru. Segala hal yang berhubungan dengan kukerta, hal yang tak akan terlupakan.
Pulang dari kukerta sibuk dengan laporan dan ujian kukerta. Ketika itu, saya melihat brosur yang tertempel di dinding Bapel bahwa ada sebuah bimbel yang sedang membuka lowongan pekerjaan sebagai pengajar. Berhubung saya memang ada niat untuk menjadi pengajar bimbel, lalu saya memasukkan bahan ke bimbel tersebut. Tahap demi tahap saya jalani dan alhamdulillah diterima sebagai pengajar di Nurul Fikri Jambi.
Dua bulan ditinggal, ada sedikit perubahan di radio. Penambahan penyiar: kak Juna, Juli, Fidy, Fitri, dan kak Vaiz. Makin rame makin seru.
Saya pun masih berjuang agar judul saya diterima. Ketua prodi pun berganti. Akhir November judul saya diterima oleh pak Albertus selaku ketua prodi baru di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia UNJA. Rasanya sungguh bahagia sekali. Ini awal perjuangan, menurut saya. Judul sudah diterima. Saya harus melanjutkan perjuangan dengan beberapa tahap agar mencapai wisuda.
Tertanggal 20 Desember 2013, saya menjadi saksi hidup seminar Dzil, teman dekat saya. Saya berusaha membantu semampu saya dari persiapan sampai selesai seminar. Alhamdulillah lancar seminarnya. Semoga saya bisa menyusul sesegera mungkin.
Baru beberapa hari yang lalu, saya mengikuti raker NF di Palembang. Alhamdulillah berjalan lancar dan saya mendapat berbagai pelajaran selama raker tersebut.
Oh iya, saya sempat bertemu dengan Ratih di Palembang. Saya mengenal Ratih karena Safran. Senang bisa bertemu Ratih. Namun saya belum bertemu Safran. Aneh ya? Yaa begitulah nyatanya. Walaupun saya mengenal Safran lebih dulu tapi saya sendiri belum bertemu dengan dia. Mudah-mudahan lain hari bisa berkumpul bersama Safran dan Ratih. Pasti seru dan menyenangkan.
Sepulang dari raker pun saya belum bimbingan proposal skripsi. Entahlah. Rasa malas masih menghinggapi. Semangatnya masih ilang timbul ilang timbul.
Beberapa jam lagi akan menyambut tahun baru. Harapan tahun ini ada yang belum terwujud. Namun di tahun ini ada beberapa hal yang tidak disangka bisa terwujud.
Semoga tahun depan bisa mempertahankan pekerjaan yang ada: nyeloteh di Dian Irama FM dan berbagi ilmu di Nurul Fikri Jambi. Yang paling penting, tahun depan bisa bimbingan, seminar, penelitian, siding, dan wisuda. Dan semangat akan terus membara di sini, hati.Amin.
2013, terima kasih telah menjadi teman yang baik dalam suka maupun duka. Walau terkadang kamu memberikan tetes air mata, tetapi saya yakin itu akan membuat saya semakin dewasa. Maaf kalau terkadang saya merasa kau tidak adil pada saya dan saya juga terkadang berpikiran buruk tentangmu. Namanya juga manusia, ada khilafnya ^^
Hai, 2014. Sebentar lagi kau akan menemaniku sepanjang tahun. Kau bisa jadi temen yang baik juga ‘kan? Kutunggu kehadiran dan kejutanmu
^-^

Raker Perdana

Yes, sesuai judul posting ini. Saya pertama kali mengikuti raker di Palembang. *raker apaan? Kok nyasar ke Palembang?
#tepokJidat
Sudah lama tak banyak cerita di sini, sampai sampai pekerjaan baru pun belum saya ceritakan.
Alhamdulillah, tak disangka pertengahan tahun kemarin, saya diberi kesempatan untuk mengajar di bimbel Nurul Fikri Jambi. Di Jambi, Nurul Fikri masih terhitung baru karena baru ada pertengahan tahun ini. Nurul Fikri Jambi terletak di daerah Simpang Mangga, Pasar Jambi.
Kenapa saya bisa mengajar di sana?
*begini ceritanya*
Ketika sibuk menyelesaikan laporan KKN dan ujian KKN di Bapel kampus, saya melihat brosur tertempel di dinding Bapel. Saya amati dengan seksama. Ternyata brosur tersebut tentang keberadaan NF (Nurul Fikri) di Jambi yang sedang mencari pengajar. Nah berhubung saya memang ada niat mau mencari pekerjaan sebagai pengajar di bimbel, saya mencoba untuk melamar pekerjaan di NF.
Setelah memasukkan bahan ke NF, beberapa hari kemudian dihubungi oleh pihak NF untuk mengikuti tes tertulis. Sudah dua minggu berlalu semenjak tes tertulis tetapi saya tidak dihubungi lagi oleh pihak NF. Saya tidak diterima, piker saya. Namun setelah Idul Fitri, saya dihubungi oleh pihak NF untuk mengikuti microteaching. Dengan kata lain, masih ada kesempatan untuk saya tetapi kenapa jangka waktunya terlalu lama ya setelah tes tertulis itu? Ah sudahlah. Yang penting, saya harus menampilkan sebaik mungkin.
Microteaching berlangsung kurang lebih 60 menit. Saya diberikan waktu untuk mengajar. Setelah mengajar, ada sesi tanya jawab. Enam puluh menit berlalu, microteaching berakhir. Benar-benar bisa bernafas setelah microteaching selesai karena saya merasa banyak kekurangan ketika microteaching berlangsung. Optimis itu pasti tetapi jika mengingat microteaching itu, saya merasa gimana gitu. Saya pasrahkan sama Allah untuk hasilnya.
Ketika di rumah, saya menerima panggilan. Dan itu dari pihak NF. Saya diterima sebagai pengajar NF Jambi. Alhamdulillah. *sujud syukur*
Ada rasa tidak percaya tetapi ini nyata. Keinginan mengajar di bimbel telah tercapai. Saya harus mensyukuri ini dan tidak boleh menyia-nyiakan ini dengan memberikan apa yang terbaik dari saya.
*baiklah kembali ke topik awal*
Setelah satu semester berlangsung, memang ada aturan bahwa ada raker (rapat kerja) di masing-masing cabang. Nah berhubung di Jambi masih “hangat”, untuk raker bergabung dengan cabang di Palembang.
Kamis, 26 Desember 2013. Saya dan teman-teman pengajar di Jambi berangkat sekitar jam 10.00 WIB dengan mobil travel. Sebenarnya pengajar di Jambi ada lima orang tetapi ada satu orang pengajar yang tidak bisa berangkat karena ada hal yang sangat penting. Jadi ada empat orang pengajar yang berangkat.
Sekitar jam lima sore, kami sudah sampai di Wisma Sriwijaya, Palembang. Wismanya di daerah Bukit, lebih tepatnya di depan NF Bukit Besar, Palembang. Kami langsung menempati kamar masing-masing. Saya sekamar dengan kak Deis. Dan kamar depan, pak Mul dengan pak Tukirat.
Keesokan hari, sekitar jam setengah sebelas kami sudah siap untuk mengikuti raker. Tidak sesuai rencana yang awalnya jam sebelas tetapi karena tentor dari Jakarta tiba di bandara sekitar jam setengah dua belas. Jadi acara dimulai selesai Jumatan.
Sekitar jam setengah dua, kami ke NF Bukit. Acara raker itu sendiri dibagi dua tempat: NF Bukit dan NF Sudirman. Saya, pak Mul, dan pak Tukirat ditempatkan di NF Sudirman.
Sesampai di NF Sudirman, kami disambut dengan hangat. Raker pun dimulai. Raker itu sesuai dengan bidang studi masing-masing. Bidang studi Bahasa Indonesia di lantai dua, jadi saya yaa di sana..
Untuk bidang studi bahasa Indonesia, ada lima orang: tiga dari Palembang (kak Hani, pak Herman, dan pak Helmi) dan satu tentor dari Jakarta (pak Insan), dan satu dari jambi (tentunya saya). Sebenarnya dari Palembang bukan tiga orang melainkan lebih dari itu, tetapi karena ada sesuatu hal jadi gak dateng raker. Berhubung ini pertama bagi saya, saya memperhatikan raker dan berusaha melebur bersama mereka. Sekitar jam setengah enam sore selesai. Lalu kembali ke wisma. Dan menikmati malam bersama ribuan pertanyaan.
Keesokan hari raker di NF Bukit. Dimulai sekitar jam setengah delapan pagi. Hari itu sudah mulai nyaman dengan raker. Sekitar jam dua belas siang waktunya istirahat. Sekitar jam setengah satu kurang, saya sudah dijemput sama Ratih.
*What? Siapa itu Ratih?
Ratih itu teman dari temannya saya, Safran. Dia tinggal di Palembang. Jadi saya memanfaatkan waktu yang ada untuk bertemu dengannya.
Saya dan Ratih menikmati siang di daerah Kambang Iwak. Bercerita banyak. Dan Ratih tidak percaya kalau saya belum bertemu dengan Safran. Yap, bener itu. Lalu kenapa saya kenal Safran?
Gini loh pemirsa. Waktu SMA dulu saya pernah ikut lomba tingkat nasional di Jakarta yang diikuti oleh seluruh provinsi di Indonesia. Nah perkenalan saya dengan Safran bukan di Jakarta melainkan setelah acara di Jakarta. Saya lupa yang mulai menghubungi siapa, intinya dari buku kenangan itu saya dan Safran mulai berkomunikasi. Nah Safran mengenalkan saya dengan Ratih karena Ratih juga suka menulis, seperti saya. Dari situlah perkenalan saya dengan Ratih.
Anehnya, saya mengenal Ratih karena Safran tapi saya sendiri belum bertemu dengan Safran. Ini rencana Tuhan, menurut saya. Saya dan Ratih benar-benar tidak bisa menahan tawa jika mengingat pertemuan ini. Pertemuan kami tidak terlalu lama, kurang lebih setengah jam karena saya harus kembali ke NF Bukit untuk raker. Oh iya, waktu ngobrol sama Ratih, kami bertemu dengan teman Ratih. Malvin namanya. Dia jadi potograper dadakan bagi kami.
Saatnya kembali raker. Ratih mengantar saya ke NF Bukit.
Sekitar jam lima sore, raker selesai. Kembali ke wisma dan merehatkan badan.
Hari terakhir di Palembang. Raker dimulai sekitar jam setengah sembilan. Tidak terlalu lama karena jam 12 sudah selesai. Oh iya kami sudah check out dari wisma sejak pagi. Setelah makan siang, kami diantar ke NF Sudirman karena nanti sore kami dijemput oleh travel di sana. Sekitar jam setengah dua sampai di NF Sudirman. Masih ada waktu jadi saya menyempatkan diri untuk membeli sedikit oleh-oleh yang bisa dibawa ke Jambi. Alhamdulillah saya ditemani kak Hani. Saya dan kak Hani ke PS (Palembang Square). Menikmati kebersamaan sama kak Hani di PS sambil memilah apa saja yang dibawa ke Jambi. Sekitar jam tiga sampailah kami di NF Sudirman. Kak Hani pun langsung pamit pulang.
Menurut perkiraan, kami akan dijemput sekitar jam tiga tapi sudah setengah empat belum dijemput juga. Akhirnya setengah lima kurang travel dateng jugak.
Sampai jumpa, Palembang. Terima kasih sajiannya walaupun saya belum menikmati berbagi sudutmu.
Terima kasih untuk NF Palembang yang telah menyambut kami dengan hangat. Senang bisa mengenal para pengajar di sana.

Banyak pelajaran yang saya dapat selama raker. Mendapat pencerahan mengenai materi Bahasa Indonesia dari pak Insan.Saya berasa kuliah dengan pak Insan :)) Begitu juga dari kak Hani, pak Herman, dan pak Helmi selama raker berbagi pengetahuan sehingga kami lebih mengerti.
Semoga kita bisa bertemu. Insya Allah

Selasa, 19 November 2013

a new life


Kenapa gunain “a new life”?
bukan ingin menyombongkan diri, saya aja gak pinter pinter sangat urusan english..
Yaa memang itu yang pantas untuk mendeskripsikan masa KKN yang telah saya lalui selama dua bulan. Sebenernya udah lama banget masa-masa itu –pertengahan April sampai pertengahan Juni taun ini–
Dan saru baru nge-post sekarang #gubrak
Lama kan?
*silahkan itung sendiri berapa lama*

Minggu, 17 November 2013

setelah sekian lama

setelah sekian lama tak menginjakkan kaki di sini, rumah kedua yang selalu memberikan kehangatan
maaf jika saya tak pernah lagi bersenda gurau,
bukan
bukan saya lupa
bukan tak mengingat
dan bukan pula jadwal padat yang menyelimuti
tapi karna saya yang terlalu
keterlaluan menelantarkan rumah ini

ah sudahlah tak perlu terlalu berlebihan
intinya mulai sekarang berusaha untuk lebih giat lagi mengisi perabotan di rumah ini
setidaknya tiga kali seminggu ato dua kali seminggu ato sekali seminggu aja
karna melalui tulisan maka sejarah itu ada
bagi saya

terlebih lagi masa KKN (kuliah kerja nyata) yang pernah saya lalui bersama teman teman yang super
insya allah akan saya posting di sini
rasanya rugi banget kalo nge-post tentang itu
selain itu juga kegiatan saya sekarang udah bertambah karna udah bulan ini mulai mengajar di sebuah bimbel..
well, selagi masih muda gak ada salahnya untuk mencari banyak pengalaman
^^

Minggu, 21 Juli 2013

bersua kembali

huwaaaaaaaa *celingak celinguk*
apakah masih ada orang?
:))

meninggalkan beberapa bulan berasa lamaaaaaa banget
kira kira brp lama yaa tak mengurus ini? *mikir*
mau berapa lama pun, tetep aja ngerasa bersalah
*maapin yaa blog, soalnya lagi sibuk* #eciyeeeeeYangSibuk hihi

okeh mudah mudahan untuk masa yang akan datang, bakal ngurus semaksimal mungkin

sepeninggalan saya sama kamu blog, berbagai hal telah terjadi
jika diuraikan, entah membutuhkan waktu berapa lama
tapi perlahan akan saya tuangkan padamu
agar kau tau dan setidaknya berempati
apa?
kau menanyakan Aray?
ahhh masih cerita lama, tak ada perubahan yg terlalu
kau berharap lebih?
tolong, jangan tanyakan apa apa tentangnya
bahkan saya sendiri tak berani berharap lebih padanya

*mari bicarakan yg lain*
Juni kemarin saya baru saja menyelesaikan kukerta (kuliah kerja nyata)
selama dua bulan berada di sebuah desa bersama 17 orang teman dari berbagai fakultas
nah cerita selanjutnya, lain kali aja yaa
*_^

Sabtu, 09 Maret 2013

koridor


setiap yang terasa dan teraba –bahkan imajinasi- selalu kuukir di koridor ini.
Bukan bermaksud memenuhi koridor sehingga terlihat kotor dan mengganggu kalian, tapi aku hanya ingin koridor ini menjadi sejarah dan akan terlihat jika ingin dilihat –bisa jadi diamati-.
Secara detail kuurai di sepanjang koridor, apapun itu.
Setiap kisah –yang terukir- punya kunci masing masing sehingga akan mudah untuk membuat denah langkahku.
Kenapa harus memiliki kunci masing masing? Sebab jika dipadukan akan berbaur dan sulit memilah kisah mana saja yang (telah) terukir. Setidaknya dengan adanya kunci, maka akan ada keistimewaan tersendiri pada tiap kisahnya.
Ada satu kisah yang saat ini sempat membuat “menganga”. Kunci untuk kisah itu telah saya buat sedemikian rupa sehingga sulit diterka –menurut saya-
Kisah ini mengenai “masakan” yang telah lama kuracik bahkan bisa saja disantap. Namun santapan ini bukan sembarang tempat dan waktu, bahkan ruang.
Terakhir mengukir kisah itu beberapa bulan yang lalu. Dan apa yang membuat “menganga”?
 Kunci untuk kisah itu entah kenapa digunakan oleh dia –yang sebenarnya termasuk bagian dari kisah itu-, walaupun memang sedikit –benar benar sedikit- berbeda tapi tetap saja ini membuat menganga.
Seperti tidak ada orang lain lagi dan seperti tidak ada kunci yang lain sehingga harus menggunakan kunci yang sama.
Tolonglah, kenapa seperti ini.
Malam, jika kau bisa menjawab segala tanyaku, kenapa harus bertanya padanya? Namun jika jawaban itu kau serahkan padanya, lebih baik cukup menyimpan pertanyaannya saja. Cukup bagiku.
Jika memang ada rahasia, jangan biarkan terlalu lama disembunyikan, nanti malah tak sedap lagi.
Tapi.
Atau bisa saja, dia memang memiliki kunci itu untuk kisah lain yang tanpa melibatkanku? Ya bisa saja, siapa yang tahu
Ah sudahlah!
Aku bisa apa

Kamis, 07 Februari 2013

Pergi bukan meninggalkan


Pergi bukan berarti meninggalkan. Langkah kaki yang semakin jauh bukan berarti hanya meninggalkan jejak lalu terhapus oleh debu, justru dengan jejak itulah bisa menjadi kompas untuk kembali.
***
Juni telah usai. Telah berlalu dengan kenangan, entah itu kenangan atau hanya sekadar angin lalu yang tidak terasa kelembutannya. Telah berakhir dengan segala putusan, yang entah dimana letaknya. Namun apakah penderitaan telah berujung? Tidak!

Selasa, 05 Februari 2013

Telatkah?


Okee Februari udah dateng
Selamat datang!
Tak terasa udah memasuki bulan kedua aja
Dan saya masih di sini, belum bergerak
Oh My God! Tolong beri petunjuk biar cepat bergerak seperti yang lain
Sebab saya ingin seperti mereka, yang telah beranjak ke tangga yang lain
Yap semoga saja Februari akan menjadi tempat yang terbaik dan terkenang #Amin

Well hari ini tuh kan udah tanggal lima
Telat gag sih ngucapin selamat datang?
Yap telat gag telat sih kayaknya gag dehh
Ahaha
*sssstttt gag boleh komen :)

Kamis, 31 Januari 2013

Kamis Penghujung Bulan

Kamis, gimana kabarmu menyambut Februari?
apa kamu sedih? sedih karena tidak bisa menemani Januari, sedih karena selama Januari ini tidak berbuat apa-apa, sedih karena tidak ada yang bisa dibanggakan selama Januari ini, sedih karena target tidak tercapai.
atau kamu malah bersorak sorai menyambut Februari?
gembira karena kamu akan bertemu Februari, gembira karena akan ada kejutan yang ingin dilakukan

yap bagaimanapun yang kamu rasakan semoga saja yang terbaik untukmu
karena apa? karena aku sendiri pun tidak tahu harus bersorak sorai menyambut Februari
atau harus berderai air mata
ahh entahlah
bukan aku pesimis
tapi

terima kasih kamis
telah mengantarku sampai di penghujung bulan
semoga kita bertemu kembali

Sabtu, 26 Januari 2013

lieb mich noch einmal

halooooo wie geht's? (apa kabar?) :)
hehe maap yak *bukan memongahkan diri
entah kenapa akhir akhir ini saya lagi rindu dengan salah satu bahasa yang pernah dipelajari ketika putih abu-abu #Deutsch #Germany #Jerman
yap, waktu putih abu abu -tepatnya kelas dua dan tiga- saya mempelajari bahasa #Jerman di sekolah.
karena apa? karena jurusan saya #BAHASA, jadi salah satu keunggulan jurusan itu, mempelajari bahasa #Jerman
I love it *_^
dan hari ini saya merindukan ituu -belajar bersama, menulis bersama, latihan bersama, dan menyanyi bersama-
hayoooo pada bingung kan kenapa menyanyi bersama?
yaahhh waktu kelas tiga kan ada les tambahan gitu dari sekolah, nah saat itulah frau (bahasa Indonesia: guru) mendengarkan beberapa lagu #Jerman (entah itu waktu les atau gag yaa hehe saya lupa)
tapi dari beberapa lagu itu hanya ada satu lagu yang saya tulis lirik lagunya
sumpah demi apa, ntuh lagu keren nian
"Lieb Mich Noch Einmal" (Sayangi Aku Sekali Lagi) -setau saya sihh itu artinyaa-
nahh maka dari itu, berhubung lagi rindu dengan lagu itu -dan bisa aja mengenang masa putih abu abu-, saya cari dehh di mbah google,
ada satu lagu yang saya dapet, judulnya "Vergiss Mich Wenn Du Kannst" (Lupakan Aku Jika Kamu Bisa), lagu ini juga keren kok
mau dengerin? yaudah ke sini ajaa :)
tapi ehh tapi ehh tapi "Lieb Mich Noch Einmal" susah amat ngedapetinnyaa
sekalinyaa dapet ehhh bukan ntuh lagu yang saya cari *ohh so sad :(
tapi tenang aja, gag mudah menyerah donggg
dan sekarang masih dalam tahap pencarian *ciyeee kayak nyari pangeran ajeee hihi
#selamatMencariPut
:)

Jumat, 25 Januari 2013

Oh begini

inget waktu masa masa pertama kali masuk dunia kuliah
waktu itu wejangan wejangan dari kakak tingkat banyak banget -tak terhingga kalau bahasa matematika-
ada yang bilang kalau baru baru masuk kuliah itu pada rajin semua -datang tepat waktu, perhatiin dosen dgn sangat amat serius, dan yang laen laen dah-
oh iyaa, mereka juga bilang kalau udah memasuki semester tujuh, delapan, dan semakin ke atas, pertemuan dengan teman teman itu udah mulai jarang, bahkan bisa diitung.

dan kini saya merasa yang mereka katakan dulu -sekitar tiga tahun yang lalu-
mengakhiri semester tujuh ini, kebersamaan bareng temen temen jarang terlihat -biasanya ngumpul di beranda kampus, nyantai di taman, de el el-
pernah beberapa minggu yang lalu nyantai di taman sama beberapa temen -itu pun karena ada jadwal kuliah tapi dosen gag ada-
it's okee
saya sadar karena sekarang ini waktunya menyelesaikan apa yang harus diselesaikan
dan jarangnya pertemuan dengan mereka karena mereka dan aku memiliki tugas masing masing -SKRIPSI-
tapi walopun saya belom KKN, saya berharap bisa wisuda taun ini jugaa *amin

Jumat, 11 Januari 2013

Bayanganmu (masih) di sini



Saat aku sudah lelah dengan berbagai aktifitas, pastinya aku memilih istirahat agar raga ini bisa bernafas sejenak –mungkin semua orang juga melakukan hal itu, terkecuali pada orang yang tidak memikirkan kesehatannya– dan saat itu juga kenangan itu mengelilingiku –saat aku dan kamu masih bersama–
Bayanganmu (masih) di sini
Satu tahun. Ya kurang lebih satu tahun telah berlalu dengan kesendirian dan tidak ada lagi “kita”. Satu tahun memang telah berlalu tapi kau tahu tidak bagaimana satu tahun itu? Kenangan aku dan kamu masih saja terlintas –dan sempat-sempatnya aku tersenyum–
Saat kamu mengatakan bahwa “lebih baik berteman”, aku lebih memilih diam. Diam untuk memahami kondisi. Diam untuk mengerti pernyataan-pernyataanmu. Diam untuk mengatur nafas. Diam untuk membongkar gubuk yang sudah kubangun –gubuk untuk aku dan kamu–. Diam untuk bisa tahu bagaimana cara agar bisa tersenyum padamu, lagi.
Perkenalan, pendekatan, dan kebersamaan waktu itu memang terasa cepat –seperti makan bakso– tetapi kenapa menghapus kamu begitu terasa lama –seperti mentari berganti bulan–
Setelah satu tahun –vakum menyapamu–, aku mencoba untuk memberi sedikit ruang untuk kamu sebagai teman –sesuai permintaan kamu–. Dan harapanku, dengan sedikit keterbukaan itu, bisa membuat kenangan itu menjauh.
Lantas yang kudapat?
Bayanganmu (masih) disini
Aku bukannya ingin memusnahkan kenangan yang telah terjalin –tapi setidaknya tidak hadir setiap saat– karena aku sadar, dari setiap peristiwa itu memiliki keistimewaan tersendiri dan itu merupakan sesuatu yang harus bisa didokumentasikan dalam sini.
Dan yang paling membuatku takut, dengan adanya bayanganmu –yang selalu hadir di sini–, akan membuat aku salah tingkah padamu dan ingin menarik perhatianmu. Kalau sudah begitu, nanti pikiranku malah ingin kembali padamu, sedangkan kamu tidak menyetujuinya.
Tolonglah, pada bayangan –yang selalu datang–, berikan kesempatan padaku untuk mencari pondasi lain sehingga gubukku nanti tidak akan terbongkar –atau pun hancur–, lagi.

Rabu, 09 Januari 2013

Karena Bunda dan Papa



Sore ini aku sedang menikmati beberapa buku yang terjajar rapi. Memang tiga buku yang menarik perhatianku tapi mengingat kelangsungan hidup untuk beberapa hari ke depan, aku harus memilih satu. Pilihan yang sulit.

“Ketiga-tiganya bagus,” kataku lirih.

“Kalau begitu ambil saja semuanya.”

Tiba-tiba sebuah suara memecahkan kebingunganku di hadapan ketiga buku. Kepalaku dengan sigap menoleh sumber suara. Wajah pemilik suara itu membuatku ternganga.

“Hei, Dam. Apa kabar?”

“Alhamdulillah baik. Kalau kamu pasti baik juga, terlihat dari rautmu,” sahut Sadam dengan santai.

Kami tertawa. Kami melanjutkan pembicaraan di sebuah kafe yang berada di depan toko buku. Hampir dua jam kami berhadapan dan membicarakan berbagai hal semenjak wisuda kampus. Memang sejak wisuda di kampus, empat tahun yang lalu, aku dan Sadam tidak pernah bertemu, bahkan berkomunikasi pun tidak. Aku hidup dengan kehidupanku sendiri, dan Sadam pun juga begitu.

***

“Apa?” tanyaku dengan raut muka penuh kaget.

Selasa, 08 Januari 2013

Sasa



            Sebelum berangkat dari rumah, seperti biasa Sasa mengirim pesan ke 32665, “kuawali pagi ini dengan senyum J”, begitu bunyinya. Setelah terkirim, Sasa langsung melangkahkan kaki dan pergi meninggalkan rumah bersama si hitam yang selama ini setia menemaninya. Dia pastikan hari ini akan lebih baik dari kemarin. Jika mengingat kemarin, dirinya jadi kesal sendiri dan rasanya ingin terbang ke langit yang paling tinggi. Jadi lebih baik tak memikirkannya lagi dan fokus pada perjalanan pagi ini.
            Perjalanan ini sudah menjadi rutinitas dan terkadang Sasa menjadi bosan sendiri. Dalam perjalanan selalu memikirkan berbagai hal, entah itu kehidupan pribadi, keluarga, teman-teman lama, kenangan masa lalu, dan juga kehidupan di masa akan datang. Kali ini Sasa membayangkan bagaimana akan berdiri tegak di hadapan khalayak ramai dan mendapat gelar sarjana. Sungguh membanggakan pastinya. Semua mata tertuju padanya. Jadi senyum-senyum sendiri.
            “Hei, sudah bergeser ya?”

Goresan Qori


Goresan qori
Para pelaku:
Qori     : mahasiswa pecinta kaligrafi
Anisa   : mahasiswa, adik sepupu Qori
Eka      : mahasiswa pecinta kaligrafi
Intan    : mahasiswa, teman Anisa
Tia       : mahasiswa, teman Eka
Lala     : mahasiswa, teman Eka

Panggung menggambarkan sebuah ruangan kelas dengan sejumlah kursi beserta mejanya. Terlihat di sisi kiri dan kanan terdapat jendela yang tidak begitu besar. Sedangkan pintu terdapat di sisi kanan.
Tampak seorang wanita muslim, Anisa namanya, berada di dalam kelas itu, duduk barisan kedua di sisi kanan. Anisa nyaman dengan buku bacaannya itu, terlihat bagaimana tenangnya ia menikmati buku di hadapannya. Tak berapa lama kemudian, Intan memasuki panggung.
Intan    : (berjalan sambil mendekati Anisa) Assalamu’alaikum, Bu ustadzah.
Anisa   : (tersenyum melihat kedatangan Intan) Wa’alaikumsalam. Kamu ini Intan, aku pikir murid mana yang mendatangiku sampai ke kampus.
Intan    : (tertawa) Nisa . . . Nisa. Lucu juga kalau aku jadi murid pengajianmu.
(Sejenak hening. Anisa melanjutkan bacaannya. Sedangkan Intan sibuk dengan ponselnya. Namun sudah beberapa menit, Anisa masih saja berkutat dengan bukunya. Wajah Intan tampak sedikit kesal karena merasa diacuhkan.)
Intan    : (berbicara tanpa melihat Anisa) Sepertinya bacaan yang bagus, sehingga orang di sebelahnya diacuhkan begitu saja.
Anisa   : (menghentikan bacaannya dan melirik Intan) Hmm, maksudnya apa? Kamu menyindirku?
Intan    : (melihat Anisa) Apa dirimu merasa? (tersenyum)
Anisa   : (menggelengkan kepala) Kebiasaan kamu, Ntan.
Intan    : Oh iya Nisa, aku masih tidak mengerti dengan pandangan mereka terhadap kak Qori. Memangnya kak Qori salah apa? Memangnya salah jika kak Qori mengikuti lomba itu? Bukankah siapa saja boleh mengikutinya?
Anisa   : Mungkin karena selama ini kak Qori tidak pernah mengikuti. Dan sekarang tiba-tiba dia muncul dalam perlombaan.
Intan    : Tapi Nisa.. (diam sejenak) apakah itu salah?
Anisa   : (wajahnya menjadi murung) aku merasa semua ini salahku. Keikutsertaaan kak Qori.. (diam sejenak) Itu ideku.
Intan    : (berpindah tempat, ke hadapan Anisa) Anisa, idemu itu bagus. Jangan menyalahkan dirimu, kawan. (tersenyum) Oh iya, tiga hari lagi adikku akan mengikuti perlombaan itu. Mudah-mudahan dia bisa mengikutinya dengan baik dan sebagus dirimu ketika membaca al-qur’an. Hehe.
Anisa   : (tersenyum) Man jadda wajjada
(Tia dan Lala memasuki panggung dan mengucap salam. Anisa dan Intan menjawab salam.)
Tia       : (berjalan ke sisi kiri) La, menurutmu hari ini panas tidak?
Lala     : Bagaimana tidak panas? Matahari tepat sekali di atas ubun-ubun.
Tia       : Tapi kalau di sini panasnya beda, La. Bagaimana ya aku jelaskan padamu.
Lala     : (melihat Tia) Kamu ini kenapa? Tiba-tiba aneh.
Tia       : (melihat Lala) Aneh? Aku aneh katamu? Justru yang aneh itu kemarin sore. (sesekali matanya melirik ke arah Anisa)
(Anisa masih tenang bersama buku bacaannya, sedangkan Intan memperhatikan tingkah laku Tia)
Lala     : Bicaramu kenapa ngelantur begitu, Ti?
Tia       : Kamu itu tidak tahu apa-apa sepertinya. Kamu tidak tahu bukan, bahwa ada keajaiban kemarin sore?
Lala     : Keajaiban apa maksudmu? (diam sejenak) Oh iya, bagaimana karnaval sastra? Eka? Menang?
Tia       : Sedari tadi aku membicarakan itu, La. (wajah kesal) Kau ini, kenapa lambat sekali menangkapnya? (diam sejenak) Ya sudah, lupakan saja!
Lala     : Hehe. Jadi Eka bagaimana?
Tia       : Kamu selalu ketinggalan berita. (melihat Lala) tidakkah kau tahu bahwa kali ini Eka menjadi yang kedua?
Lala     : Kenapa sekarang perkataanmu seperti itu? (terdiam sejenak) Baiklah, lupakan saja! Kembali pada pokok pembicaraan. Maksudmu yang kedua? wajah polos)
Tia       : Kalau kubilang yang kedua, ya yang kedua. Tidak mengerti? (menghirup nafas dalam-dalam) Baiklah saudariku Tia. Begini, ketika puncak karnaval sastra diumumkan pemenang dari tiap cabang perlombaan. Dan untuk cabang perlombaan kaligrafi, pemenang pertamanya itu Qori Maulina.
Lala     : (wajah terkejut) Siapa?
Tia       : Qori Maulina. Perlu kujelaskan siapa dia?
Lala     : Tidak perlu kau jelaskan. Siapa yang tidak mengenal dia di kampus ini? (diam sejenak) Tapi apa aku tidak salah dengar? Dia juaranya? (pandangan tertuju pada Anisa) Bukankah selama ini …
Tia       : Kenapa omonganmu terhenti?
Lala     : Tidak biasanya kak Qori  mau mengikuti perlombaan. Kita semua tahu, bahwa ia hanya melukis untuk dirinya sendiri.
Tia       : Entah benar-benar melukis atau tidak dia. Kita tidak tahu.
Lala     : Aku tahu. Aku pernah melihat hasil karyanya.. (diam sejenak) dan memang bagus.
Tia       : Itu mungkin kebetulan saja, La. Berbeda dengan Eka yang kita tahu bagaimana bagusnya kaligrafinya itu.
(Intan berdiri dan melihat Tia)
Intan    : Jadi kau meragukan kak Qori? Begitu? (memandang sinis pada Tia)
Tia       : Menurutmu? Bagaimana?
Anisa   : (menarik Intan supaya duduk) Sudahlah Intan, tidak ada gunanya. Lebih baik kita duduk manis di sini.
Intan    : Bagaimana bisa aku duduk manis sedangkan dia dengan seenaknya berbicara tanpa berpikir dulu? Apa kau tidak merasa terhina oleh perkataannya? (wajahnya kesal) Kak Qori itu kakakmu, Nis.
Anisa   : Siapa yang tidak sakit hati jika saudaranya dibicarakan seperti itu? Tentunya aku merasakan kesakitan itu. Tapi aku berusaha menerima apa pun perkataan orang, sebab yang tahu kebenarannya hanya Dia. Percuma kita berdebat dengan orang seperti itu. (memandang Tia sekilas)
Intan    : Tapi Nis.. (terhenti)
(Eka memasuki panggung)
Tia       : (berbicara tanpa melihat Anisa dan Intan) Semua sudah jelas. Lihat saja siapa jurinya dan yang menjadi pemenang adalah Qori. Bagaimana? Jelas bukan?
Eka      : (mendekati Tia) Tia, jaga bicaramu. Tidak baik berprasangka buruk seperti itu.
Tia       : Apakah aku mengatakan seperti itu?
Eka      : (berbicara dengan nada kesal) Tapi arah pembicaraanmu mengatakan seperti itu. (diam sejenak) Tia, kita tidak boleh menduga-duga seperti itu. Itu dilarang oleh agama. Kau tahu, bukan? Apa perlu kujelaskan?
Tia       : (melihat Eka) Ada apa denganmu? Kenapa kau berpihak pada mereka?
Eka      : Aku tidak berpihak pada siapa pun. Aku menerima kekalahanku dengan ikhlas. Jadi kenapa kamu yang terlalu membesar-besarkannya? Seakan-akan ingin menghancurkanku.
Tia       : Kenapa kau berbicara seperti itu?
Eka       : Sudahlah. Aku tidak mau berdebat lagi. Aku hanya ingin memberi tahu bahwa hari ini Pak Toto tidak bisa memberikan perkuliahan sebab ia harus menguji mahasiswanya. Kita diberi tugas. Nanti aku beritahu melalui pesan singkat ke ponsel kalian. Maaf, aku pulang dulu. (mendekati Anisa dan Intan) Maaf atas perkataan dan perbuatan temanku yang kurang berkenan di hati kalian.
(Eka mengucap salam lalu keluar dari panggung)
Tia       : Lala, lebih baik kita keluar saja dari sini.
(Tia dan lala keluar dari panggung)
Intan    : Anak itu.. (melihat ke arah perginya Tia dan Lala) Sepertinya tidak puas jika satu hari tidak membicarakan orang lain. (diam sejenak) Oh iya, Nisa, apa kau bisa ke rumahku sekarang?
Anisa   : (melihat jam tangannya) Sepertinya tidak bisa. Maaf. Besok saja. Hari ini aku mau menemui kak Qori.
Intan    : Bertemu kak Qori? (tersenyum) Ikut ya?
Anisa   : (menggelengkan kepala)
Intan    : Ayolah, Nis! Boleh ya?
Anisa   : (tersenyum) Tidak untuk saat ini, demi kebaikan kak Qori. Kalau kamu ikut, nanti yang ada malah memperburuk suasana.
Intan    : (wajah kesal) Memangnya aku angin puting beliung sampai-sampai memperburuk suasana?
Anisa    : (tersenyum) Intan mau pulang sekarang atau duduk manis di sini sendirian? (beranjak dari tempat duduknya)
(Intan pun ikut beranjak dari tempat duduknya. Mereka meninggalkan ruangan panggung.)
Panggung menjadi ruang tamu dari sebuah rumah. Ada tiga kursi yang mengelilingi sebuah meja kecil. Terdapat beberapa kaligrafi menghiasi dinding ruangan itu. Tampak qori sedang duduk di salah satu kursi sambil menjalankan hobinya, kaligrafi.  Terdengar suara pintu yang terketuk dan ucapan salam dari luar rumah.
Anisa   : Assalamu’alaikum
(Qori menjawab salam dan membuka pintu. Anisa memasuki panggung.)
Anisa   : Apa kabar kak?
Qori     : Alhamdulillah baik. (tersenyum) Seperti yang kamu lihat.
Anisa   : Kalau jasmani memang terlihat baik. (diam sejenak) Rohani bagaimana?
Qori     : (tersenyum) Baik, Nisa. Duduk dulu ya. Nisa mau minum apa?
Anisa   : Nisa sedang berpuasa, kak.
Qori     : Oh begitu. Bagaimana keadaan keluarga? Sehat?
Anisa   : Alhamdulillah kak, sehat.
(Qori melanjutkan kaligrafinya. Anisa melihat kaligrafi yang menghiasi di dinding. Tidak lama kemudian, anisa mulai pembicaraan.)
Anisa   : Kenapa sepi? Umi sama abah kemana kak?
Qori     : Abah dan umi pergi menghadiri akad nikahnya kak Hasbi, salah satu muridnya abah.
Anisa   : (mengangguk) Oh begitu. Kakak kenapa tidak ikut? Apa masih merasa… (diam sejenak) tidak enak?
Qori     : Tidak enak bagaimana? (tersenyum)
Anisa   : Kak Qori ini, tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Anisa serius kak. Are you okay?
Qori     : Baik. Kakak baik-baik saja, Nis.(tersenyum)
Anisa   : Sebenarnya Anisa benar-benar merasa tidak enak hati dengan kakak. Anisa merasa semua kejadian menimpa kakak, gara-gara keegoisan Nisa. Maafkan Nisa, kak. (mendekati Qori)
Qori     : (melihat Anisa dan berhenti berkutat dengan kaligrafi) Nisa, dalam hal ini tidak ada yang salah dan disalahkan. Siapa pun itu. (diam sejenak) Karena semuanya sudah diatur oleh Allah. Kita tidak bisa seenaknya saja menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Justru jika kita menyalahkan diri sendiri atau pun orang lain, itu artinya kita menyalahkan Allah karena Dia-lah yang menghendakinya.
Anisa   : Tapi kak, tetap saja Nisa merasa bersalah atas kejadian itu. Bagaimana bisa berdiam diri ketika kakak dianggap melakukan hal yang tidak benar? (diam sejenak) Kak, mereka telah berani mencaci ukiran tangan kakak? Itu sama saja mereka menyentuh kaligrafi dengan kasar. Mereka dengan seenaknya mengatakan bahwa kaligrafi kakak itu bohong. Palsu lah, apalah. Nisa tidak terima kakak diperlakukan seperti itu.
Qori     : (tersenyum) Kenyataannya bagaimana, Nisa? Apa kakak melakukannya?
Anisa   : (menggelengkan kepala)
Qori     : Ya sudahlah, Nisa. Semua sudah terjadi. Yang lalu biarlah berlalu. Biarkan mereka mau berkata apa. Yang jelas, saat ini kakak masih nyaman.
Anisa   : Sure?
Qori     : Of, course. (tersenyum) Sudah berapa kali kakak katakan pada Nisa, bahwa kaligrafi ini sebagai perantara kakak dengan Allah, semata-mata hanya ingin mendekatkan diri pada-Nya. Dengan goresan seperti ini, kakak sudah cukup merasa nyaman. Kakak hanya sekedar meraih ridho illahi. (diam sejenak) Nisa, apa pun yang kita jalani di dunia ini, asalkan itu masih berada di jalan-Nya, kita pasti akan selalu berada dalam lindungan-Nya dan tentunya membuat hati ini tenang.
Anisa   : (tersenyum) Hati kakak terbuat dari apa ya? Kok bisa sebaik ini sama orang yang sudah melakukan hal yang semena-mena? Nisa bangga memiliki kakak seperti kak Qori.
Qori     : (tersenyum dan melihat Anisa) Terlebih kakak, bangga memiliki adik yang menyayangi kakak.
(Anisa memeluk Qori)

Naskah drama ini lahir bulan Juni tahun 2012 (keikutsertaan dalam sebuah kompetisi)*_^

Jumat, 04 Januari 2013

agresif? Tidak!


Teruntuk pangeran berkuda biru –yang entah dimana keberadaannya.
Ini udah 2013 lhoooo
kamu lagi dimana sih?
Kok sampai sekarang gag nyampe nyampe jugaa? Pegel tau nungguin kamu
Maaf, bukannya aku tak mau mencarimu tapi aku bisa apa
Aku hanya tidak ingin ketika kau sampai, aku tidak berada di tempat
Lalu kau pergi mencariku, dan itu akan memperlambat pertemuan kita
Walaupun aku tahu, Tuhan yang akan mengatur semuanya
Apakah kudamu sakit?
Kakinya terluka? Atau kelelahan menopang ragamu?
Ingin sekali membantu tapi aku bisa apa, sebab tak mampu (bukan seorang dokter –dokter hewan-)
Kamu tahu kan bidangku apa?
Oh iya, bagaimana kau bisa mengetahuinya?
Bertemu saja belum, bagaimana kau tahu tentangku
Baiklah, semoga halangan yang kau hadapi, bisa diatasi sesegera mungkin hingga pertemuan segera terlaksana
Ahaha aku terlalu agresif yaa?
Tolong, jangan sebut aku “agresif”, itu seperti membawa ke dunia ‘negatif’
Aku bukan agresif, tapi hanya ingin sesegera mungkin bertemu denganmu, saling berbagi
Yap, secepat apapun yang kuinginkan, tetap saja keputusan ada di tangan-Nya
O iya, kalau sudah hamper sampai, hubungi aku yaa biar aku bisa menyiapkan segala sesuatunya
Ohhh aku lupa, kita belum bertemu