Aku
belajar tentang kesempatan. Belajar tentang itu dari “Sunset Bersama Rosie”-nya
Tere Liye.
Dari
awal pertama baca, novel itu seperti punya daya magis tersendiri. Selalu
membuatku mempunyai waktu untuk menyentuhnya dan memasukinya lebih dalam lagi.
Kesempatan.
Apa itu kesempatan? Apakah kesempatan itu sesuatu yang kita buat sendiri? Atau
sesuatu yang datang tanpa disadari?
Pasti
banyak persepsi tentang kesempatan. Seperti yang diungkap oleh Tere Liye,
“Begitulah. Jauh Lebih menyenangkan mengenang sesuatu yang hanya selintas
terjadinya. Bahkan dalam banyak kesempatan jauh lebih menyenangkan mengenang
sesuatu yang sepantasnya terjadi tapi kita tidak membuatnya terjadi, meski kita
bisa dengan mudah membuatnya terjadi.”
Dari
rangkaian kalimat itu, bisa diartikan begini, walaupun ada banyak kesempatan
yang menyinggahi, tetapi jika kita tidak menyambutnya dan membiarkannya berlalu
begitu saja, ya itu kesempatan itu tidak akan nyata. Justru kesempatan itu akan
berlanjut dalam angan, bukan konkret. Dan itu lebih menyenangkan.
Ada
perincian kenapa hal seperti itu bisa menyenangkan. Tere Liye menyontohkan
begini, ada seorang pemuda yang memerlukan persiapan enam bulan untuk melakukan
pendakian ke puncak Jaya Wijaya. Tiba saatnya pendakian dan hanya tinggal seratus
meter menuju puncak, ia justru memutuskan untuk turun. Itu artinya apa? Dia
tidak melanjutkan perjalanan. Perjalanan
yang seharusnya bisa membanggakan dirinya karena persiapannya selama ini tidak
sia-sia. Perjalanan yang seharusnya terbayarkan dengan pemandangan yang indah.
Perjalanan yang seharusnya menjadi kenangan indah selama hidupnya. Akan tetapi,
pemuda itu merasa lebih menyenangkan ketika dikenang bahwa dia pernah mempunyai
kesempatan itu. Dan memutuskan untuk menebak sendiri apa yang akan dirasakannya
jika sampai puncak Jaya Wijaya tersebut. Membayangkan seperti apa hebatnya
perasaan itu akan jauh lebih hebat dibandingkan kalau aku benar-benar tiba di
sana, itu katanya.
Nahloh,
kalau menurutmu gimana? Merasa aneh dengan pernyataan itu? Begitu pun saya.
Ada
juga pemahaman yang lain. Misalnya begini, seperti yang ada dalam cerita
“Sunset Bersama Rosie”, bahwa Tegar tidak punya kekuatan yang cukup untuk
mengatakan perasaannya pada Rosie sehingga 20 tahun Tegar sebanding dengan 2
bulan Nathan. Yang pada akhirnya, Rosie menikah dengan Nathan. Padahal tanpa
diketahui Tegar, ternyata Rosie juga memiliki rasa itu dan sempat menunda
pernikannya selama enam bulan hanya untuk menunggu Tegar.
Baiklah,
Jika kita tidak pernah berani membuat kesempatan, hilanglah semuanya. Kurang
lebih seperti itu pengertiannya. Jadi, setidaknya cobalah untuk berani membuka
kesempatan itu dengan tangan sendiri.
Namun
ada juga pemahaman yang berbeda. Terkadang kita sudah berani membuka kesempatan
itu dengan tangan sendiri –atau dengan tangan orang lain–, justru kesempatan
itu hilang. Atau ketika kita sudah mempersiapkan semuanya dengan matang dan
siap menyelesaikan kesempatan itu. Akan tetapi, kesempatan itu yang tak mau
diselesaikan. Dan kita kecewa. Atau bisa juga, ketika telah menyelesaikan
kesempatan itu, justru tidak semenyenangkan pikiran kita. Terkecuali atas
kehendak-Nya.
Ya,
jika Dia menghendaki, semua kesempatan akan selalu ada.