Rabu, 15 Oktober 2014

After The Honeymoon -- Ollie




Judul: After The Honeymoon (Drama Baru Dimulai Seusai Pesta)
Penulis: Ollie
Penerbit: Gagas Media
Tahun terbit: 2009 (cetakan pertama)
Jumlah halaman: vi + 238 halaman


Novel ini mengungkapkan sesuatu terjadi setelah honeymoon (sesuai dengan judul) :D. Saya kira, “sesuatu” itu akan terjadi setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun karena permasalahan anak yang tak kunjung diberi-Nya, ekonomi, atau mertua yang tak cocok dengan menantu. Namun, perkiraan saya meleset. Justru tepat setelah pulang honeymoon, ketidaknyamanan mulai terasa.
Setiba di kantor –setelah pulang dari honeymoon—, Ata sudah diminta pertanggungjawaban atas pekerjaannya. Terlebih lagi, ia mendapatkan promosi sehingga jam kerjanya akan berlebih. Itu artinya ia akan sering lembur dan waktu di rumah akan berkurang. Padahal keinginannya dulu, setelah menikah ingin menjadi ibu rumah tangga yang memiliki bisnis kecil-kecilan. Tapi apa mau dikata, ia tetap mensyukuri rezeki dan itu bisa membantu keuangan keluarga. Bukan berarti Barra tidak bekerja. Ia bekerja tetapi penghasilannya tidak melebihi Ata. Selain diminta pertanggungjawaban, Ata juga telah ditunggu oleh tagihan-tagihan yang menumpuk (cicilan rumah, listrik, air, asuransi mobil, dsb). Dan Ata mulai stress. Kenapa? Karna ia yang akan membayar semua tagihan itu. Penghasilan Barra sudah habis untuk membayar keinginannya mendapatkan gadget terbaru.
          Ia pikir, cinta akan membuat segalanya lebih mudah, termasuk pembagian tanggung jawab urusan financial. Tidak perlu terlalu kaku, apalagi sampai membuat peraturan. Namun, ternyata dia terbukti salah. Sekarang, Ata merasakan beban berat yang harus ditanggungnya. (hal:16)

Ata dan Barra baru saja melangsungkan pernikahan yang awalnya sulit untuk dilaksanakan karena masing-masing orang tua mereka kurang setuju. Tapi semua berjalan normal. Kini, mereka tinggal di sebuah rumah yang berada di pinggiran Jakarta yang cukup memakan waktu di jalan untuk pulang pergi ke kantor mereka. Dan Ata yang menyetir.
Tak lama kemudian, Ata pun hamil. Perdebatan terjadi. Barra enggan tinggal bersama mertuanya, terlebih mendengar omongan Rey, teman kantornya. Akhirnya, Barra mengalah. Hari pertama di rumah mertua, Barra sudah merasa terusik. Dimulai dari ketokan pintu di pagi hari dari sang mertua. Lalu, duduk berdua di teras rumah sambil menikmati mangga muda. Ditambah lagi dengan kedatangan pakde dan bude Ata dari Jawa Tengah dan Ata seorang diri yang menjemput mereka di stasiun kereta.
Ata terkejut. Tabungan bersamanya hanya tersisa seratus ribu rupiah. Ternyata, suaminya telah “mencuri” tabungan bersama mereka untuk menanam investasi kelapa sawit yang ditawarkan Matthew, kakak ipar Barra. Perang sengit terjadi antara Ata dan Barra. Ata tidak mengerti kenapa Barra memercayai kakak iparnya yang jelas-jelas sering melakukan penipuan. Saat itu juga Barra pergi dari rumah. Meninggalkan Ata yang berbadan dua.
Cerita lain, Widi mengetahui bahwa suaminya, yang merasa Widi tak lagi menghiraukan dia, telah bermain api dengan perempuan bernama Stella. Namun Widi tetap mempertahankan rumah tangganya dengan berpura-pura bahagia di hadapan orang tua dan adiknya. Sampai pada akhirnya, Widi masuk rumah sakit karena mencoba bunuh diri, melukai urat nadinya. Ata tak menyangka kakaknya, seorang istri dan ibu yang bahagia, bisa melakukan hal itu. Justru selama ini Ata iri dengan keharmonisan rumah tangga kakaknya.
Sebulan berlalu, Barra berkelana ke Solo, lebih tepatnya meminta pekerjaanya dialihkan ke perusahaan di Solo. Di sana memiliki sekretaris cantik bernama Putri. Barra mulai merasakan keanehan ketika sedang bersama Putri.
Selama proses penyembuhan Widi, Ata, yang berusaha tegar ketika rumah tangganya diambang perpisahan, selalu menemani. Jeff tak menampakkan diri. Sesakit apa pun hatinya, Widi tetap menunjukkan rasa kasih sayangnya dengan mengirim pesan selamat ulang tahun pada Jeff. Di sanalah, awal mula proses mereka untuk belajar memperbaiki pondasi yang hampir runtuh.
Barra hanya dua minggu di Solo. Lalu kembali ke Jakarta, berniat mengajak kembali Ata. Namun niat baiknya tidak ditanggapi baik oleh keluarga Ata. Mereka pun terpisah (lagi) tanpa sempat diberi waktu berdua.
Mereka pun bertemu. Ata dan Barra (dengan bantuan Widi dan Jeff). Di Taman Suropati, tempat favorit mereka. Berjanji akan terus bersama walaupun orang tua tidak menyetujui. Semacam backstreet. Rutin bertemu. Barra menemani istrinya memeriksa kandungan. Seminggu sekali menikmati kasur di rumah mereka sendiri. Dan menemukan solusi untuk kebaikan rumah tangganya: Barra belajar menyetir, Ata belajar memasak, kejujuran dalam keuangan, Ata mengurangi jadwal di kantor, dan keinginan Barra pada gadget terbaru yang menggiurkan.
Mereka dianugerahi anak ketika kandungan Ata berusia tujuh bulan. Seorang bayi laki-laki.

***

Hal pertama yang membuat saya tertarik untuk mendekati novel ini ialah sampul novel. Terkesan elegan. Gambar yang disajikan berasa putri raja J
Sudut pandang yang digunakan orang ketiga. Alur cerita yang disajikan cukup menarik, menarik ulur kita terhadap peristiwa yang diberikan. Cerita yang disajikan juga ada dalam kehidupan sehari-hari. Ternyata rumah tangga yang sudah diujung tanduk bisa diselamatkan. Intinya, sama-sama mau belajar dan sama-sama bertahan. Saya belajar bagaimana menjadi seorang istri kelak jika saya sudah mengemban kewajiban tersebut. Memang ada banyak hal yang harus diperhitungkan ketika kita melangkahkan kaki ke “dunia baru” bersama pasangan kita. Perlu kesabaran, komunikasi, kejujuran, dan kebersamaan untuk terus mengenggam apa yang sudah dijanjikan.
Bahasa yang digunakan membuat saya nyaman, mudah dipahami. Tokoh-tokoh yang disajikan juga realita, ada di sekitar kita. Saya salut dengan tokoh Widi. Seorang wanita kuat yang mau mempertahankan keluarganya walaupun dia sempat mencoba “pergi”. Itu sangat disayangkan. Sepertinya ia tak sanggup lagi menanggung bebannya. Sedangkan tokoh Ata dengan ketangguhannya menanggung semua tagihan yang ada karena penghasilan suaminya tidak begitu mampu membantu. Namun, tokoh Barra dan Jeff terjadi perubahan tingkah laku. Barra menyesali tingkah laku seenaknya yang menyusahkan istrinya dan Jeff juga tak lagi bermain dengan Stella. Dalam novel ini, saya tidak suka dengan tokoh Reynold yang menjadi kompor bagi Barra. Pun tokoh orang tua, terlebih pada Nyonya Soemardjan, ibu dari Barra. Novel ini sukses membuat saya geram pada Rey dan Nyonya Soemardjan.
Yang membuat saya kurang nyaman adalah akhir dari kisah ini. Tidak dijelaskan apakah mereka rujuk, bagaimana tanggapan orang tua Barra setelah lahirnya bayi laki-laki Ata dan Barra. Ending terbuka.
Novel ini tepat dibaca bagi teman-teman yang akan atau sedang memasuki kehidupan baru bersama pasangan hidupnya. Terlebih lagi, teruntuk teman-teman yang sedang mengalami permasalahan.
Kisah ini mengajarkan kita untuk tetap kuat ketika permasalahan rumah tangga menerpa. Butuh proses untuk mencapai puncak. Sama seperti kehidupan baru bersama pasangan, perlu tahap untuk mengenal kata “utuh”. Saya yakin, untuk berbicara memang mudah tetapi sukar dilaksanakan. Sadarlah, bahwa Sang Pencipta memiliki segala keajaiban untuk kita ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar