Jumat, 11 Januari 2013

Bayanganmu (masih) di sini



Saat aku sudah lelah dengan berbagai aktifitas, pastinya aku memilih istirahat agar raga ini bisa bernafas sejenak –mungkin semua orang juga melakukan hal itu, terkecuali pada orang yang tidak memikirkan kesehatannya– dan saat itu juga kenangan itu mengelilingiku –saat aku dan kamu masih bersama–
Bayanganmu (masih) di sini
Satu tahun. Ya kurang lebih satu tahun telah berlalu dengan kesendirian dan tidak ada lagi “kita”. Satu tahun memang telah berlalu tapi kau tahu tidak bagaimana satu tahun itu? Kenangan aku dan kamu masih saja terlintas –dan sempat-sempatnya aku tersenyum–
Saat kamu mengatakan bahwa “lebih baik berteman”, aku lebih memilih diam. Diam untuk memahami kondisi. Diam untuk mengerti pernyataan-pernyataanmu. Diam untuk mengatur nafas. Diam untuk membongkar gubuk yang sudah kubangun –gubuk untuk aku dan kamu–. Diam untuk bisa tahu bagaimana cara agar bisa tersenyum padamu, lagi.
Perkenalan, pendekatan, dan kebersamaan waktu itu memang terasa cepat –seperti makan bakso– tetapi kenapa menghapus kamu begitu terasa lama –seperti mentari berganti bulan–
Setelah satu tahun –vakum menyapamu–, aku mencoba untuk memberi sedikit ruang untuk kamu sebagai teman –sesuai permintaan kamu–. Dan harapanku, dengan sedikit keterbukaan itu, bisa membuat kenangan itu menjauh.
Lantas yang kudapat?
Bayanganmu (masih) disini
Aku bukannya ingin memusnahkan kenangan yang telah terjalin –tapi setidaknya tidak hadir setiap saat– karena aku sadar, dari setiap peristiwa itu memiliki keistimewaan tersendiri dan itu merupakan sesuatu yang harus bisa didokumentasikan dalam sini.
Dan yang paling membuatku takut, dengan adanya bayanganmu –yang selalu hadir di sini–, akan membuat aku salah tingkah padamu dan ingin menarik perhatianmu. Kalau sudah begitu, nanti pikiranku malah ingin kembali padamu, sedangkan kamu tidak menyetujuinya.
Tolonglah, pada bayangan –yang selalu datang–, berikan kesempatan padaku untuk mencari pondasi lain sehingga gubukku nanti tidak akan terbongkar –atau pun hancur–, lagi.

4 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ohh yaa? *kedip kedip #KarnaKelilipan
      makasi bg dah mampir :)

      Hapus
  2. Jangan takut untuk membangun kembali pondasi yang dengan mudahnya di robohkan. Hanya dengan beberapa kata yang keluar dari mulutnya, tidak membuat kita hancur. Kita bisa kok hidup sendiri. hihihi.. malah banyak omong. Maaf ya.. lagi blogwalking terus baca kejadian yang mirip-mirip sama pengalaman aku, salam kenal. Mampir juga ya ke blog akau :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. yap, asalkan dpt bahan bahan, langsung dah bangun lagi.
      gpp kali, slm kenal jugaa
      makasi udh mampir :))
      *segera meluncurr

      Hapus