Coffe Cafe. Di sini setelah tiga tahun lamanya.
"Kak Rando?"
Terperanjat melihatnya. Dia cinta dalam diamku.
Dia sudah beristri dan kau harus ingat, Tasya.
Tiga tahun tertatih menghapusnya. Sekarang ia tersenyum. Duduk di hadapanku.
"Rasa kopinya masih sama. Pahit sedikit," kataku.
"Sama itu tidak ada pahit sedikit."
Kami tertawa.
"Apa kabar kak Aini?"
Hubungannya kandas sebulan menjelang pernikahannya, dua tahun lalu. Sejak kepergianku ke Jerman, rasanya mau lenyap. Begitu ungkapnya.
"Katanya sudah mantap dengan kak Aini. Sekarang mau apa?"
"Tak mau apa-apa. Hanya ke sini. Bertemu kamu. Lalu Tuhan menawarkanmu padaku. Lantas harus aku lewatkan begitu saja?"
Penantianku berbuah.
***
Tema: Warung Kopi dan bikin kisah romantis.
Jumat, 26 September 2014
Ketika Randi menangis #FF100Kata
Sudah jam sebelas malam. Pasti ibu menunggu di ruang tamu sambil merajut, sedangkan adiknya terlelap dalam kamar, pikir Randi.
Namun, Randi tak mendapati ibunya di ruang tamu. Ah, mungkin ibu terlalu lelah.
Bergegas ke kamar ibu. Tak ditemui pula di sana.
Dan di kamar Randi.
Tergeletak.
Pucat.
Darah mengental dari hidung mancung ibunya.
"Ibu ... Ibu ... bangun, Bu! Kenapa begini, Bu?"
Randi mengguncangkan badan ibunya. Berharap beliau segera sadar.
Stok air dari matanya keluar juga.
Tersedu-sedu.
"Cut."
Tiba-tiba Intan mendekatinya bak sutradara ulung.
"Bangunlah, Bu. Natural sekali dan kakak pantas menjadi aktor terkenal," sambil menepuk bahu Randi.
***
Tema: tokoh utama pria POV orang ketiga.
Namun, Randi tak mendapati ibunya di ruang tamu. Ah, mungkin ibu terlalu lelah.
Bergegas ke kamar ibu. Tak ditemui pula di sana.
Dan di kamar Randi.
Tergeletak.
Pucat.
Darah mengental dari hidung mancung ibunya.
"Ibu ... Ibu ... bangun, Bu! Kenapa begini, Bu?"
Randi mengguncangkan badan ibunya. Berharap beliau segera sadar.
Stok air dari matanya keluar juga.
Tersedu-sedu.
"Cut."
Tiba-tiba Intan mendekatinya bak sutradara ulung.
"Bangunlah, Bu. Natural sekali dan kakak pantas menjadi aktor terkenal," sambil menepuk bahu Randi.
***
Tema: tokoh utama pria POV orang ketiga.
Rabu, 17 September 2014
Bimbingan (lagi) #FF100kata
"Gak bisa? Yang butuh siapa? Kalau mau, saya tunggu satu jam lagi."
Tuuuttt. Terputus.
Hidup ini memang keras.
Sebulan lalu bimbingan di Kampung Radja. Lalu di Ancol. Dan sekarang ke Taman Rimba.
Sungguh aku menikmatinya.
"Telat 15 menit."
"Maaf, Bu. Tadi ..."
"Proposal kamu belum bisa diseminarkan. Proposal dia lebih matang."
Seketika seorang pria turun dari kyda birunya. Gio, temanku sewaktu putih biru, mendekatiku, memberikan sebuah cincin dan sebuah kertas, "Bisakah ada kita untuk masa yang akan datang?"
"Setuju gak kalau proposal aku lebih duluan di-acc? Ya gak, Ma?" ucap Gio sambil tersenyum padaku lalu melihat dosenku
***
Tema: taman hiburan
Kampung Radja: taman wisata di Jambi yang mempunyai banyak wahana yang menyenangkan.
Ancol: bisa disebut kawasan tanggo rajo. Berada di pinggir Sungai Batanghari dan berdekatan dengan rumah dinas Gubernur Jambi merupakan tempat rekreasi buatan yang menjadi tempat tongkrongan anak Jambi.
Taman Rimba: kebun binatang di Jambi; salah satu objek wisata yang tidak jauh dari bandar udara Sultan Thaha Syaifuddin.
Tuuuttt. Terputus.
Hidup ini memang keras.
Sebulan lalu bimbingan di Kampung Radja. Lalu di Ancol. Dan sekarang ke Taman Rimba.
Sungguh aku menikmatinya.
"Telat 15 menit."
"Maaf, Bu. Tadi ..."
"Proposal kamu belum bisa diseminarkan. Proposal dia lebih matang."
Seketika seorang pria turun dari kyda birunya. Gio, temanku sewaktu putih biru, mendekatiku, memberikan sebuah cincin dan sebuah kertas, "Bisakah ada kita untuk masa yang akan datang?"
"Setuju gak kalau proposal aku lebih duluan di-acc? Ya gak, Ma?" ucap Gio sambil tersenyum padaku lalu melihat dosenku
***
Tema: taman hiburan
Kampung Radja: taman wisata di Jambi yang mempunyai banyak wahana yang menyenangkan.
Ancol: bisa disebut kawasan tanggo rajo. Berada di pinggir Sungai Batanghari dan berdekatan dengan rumah dinas Gubernur Jambi merupakan tempat rekreasi buatan yang menjadi tempat tongkrongan anak Jambi.
Taman Rimba: kebun binatang di Jambi; salah satu objek wisata yang tidak jauh dari bandar udara Sultan Thaha Syaifuddin.
Selasa, 16 September 2014
Si Ketty yang Malang
Plakkk!
Lina menampar Toni.
"Jadi maksud kamu deketin aku selama ini karna mau deketin Ketty? Iya?"
"Awalnya sih enggak. Tapi semenjak ngeliat Ketty, aku lebih tertarik sama dia. Dia lebih care," Toni tersenyum ke arah Ketty yang berada di samping Lina.
"Terus maksudnya ngirimin karangan bunga tiap hari apa? For KM? Bukan untuk aku? Kilau Marlina?"
"Ketty Manis. Maaf kalau kamu salah paham."
"Sok misterius. Kenapa pake singkatan? Kenapa gak langsung ditulis lengkap?"
Ketty terdiam. Merasa bersalah karena merebut gebetan Lina. Tapi Toni yang menggodanya.
Lina berlalu dari hadapan Toni dan Ketty.
Satu kata yang terucap dari Ketty. Meongg.
Lina menampar Toni.
"Jadi maksud kamu deketin aku selama ini karna mau deketin Ketty? Iya?"
"Awalnya sih enggak. Tapi semenjak ngeliat Ketty, aku lebih tertarik sama dia. Dia lebih care," Toni tersenyum ke arah Ketty yang berada di samping Lina.
"Terus maksudnya ngirimin karangan bunga tiap hari apa? For KM? Bukan untuk aku? Kilau Marlina?"
"Ketty Manis. Maaf kalau kamu salah paham."
"Sok misterius. Kenapa pake singkatan? Kenapa gak langsung ditulis lengkap?"
Ketty terdiam. Merasa bersalah karena merebut gebetan Lina. Tapi Toni yang menggodanya.
Lina berlalu dari hadapan Toni dan Ketty.
Satu kata yang terucap dari Ketty. Meongg.
Sabtu, 13 September 2014
Tentang Melepaskan #FF100kata
Saat pepohonan lelah menghadapi matahari. Saat daun-daun mulai berguguran. Saat semua beranjak pulang, aku baru memulainya. Di sini. Di sebuah bangku taman.
"Menikmati taman menjelang malam seperti, apa enaknya? Sepi dan tak banyak suara," tanya seorang kakek sambil mendekatiku.
"Saya merasa nyaman, Kek. Di sini. Tentang keramaian yang hilang. Tentang orang-orang yang meninggalkan tempat ini. Saya belajar melepaskan apa yang baru saja digenggam."
"Ini taman hiburan, Nak. Gunakanlah masa mudamu dengan memanfaatkan tempat ini sebagai taman hiburan," jawab Kakek.
Justru aku memanfaatkan taman ini sebagai taman hiburan, Kek. Tapi dengan caraku sendiri. Jawabku dalam hati.
Beda sendiri boleh 'kan?
***
tema: taman hiburan
"Menikmati taman menjelang malam seperti, apa enaknya? Sepi dan tak banyak suara," tanya seorang kakek sambil mendekatiku.
"Saya merasa nyaman, Kek. Di sini. Tentang keramaian yang hilang. Tentang orang-orang yang meninggalkan tempat ini. Saya belajar melepaskan apa yang baru saja digenggam."
"Ini taman hiburan, Nak. Gunakanlah masa mudamu dengan memanfaatkan tempat ini sebagai taman hiburan," jawab Kakek.
Justru aku memanfaatkan taman ini sebagai taman hiburan, Kek. Tapi dengan caraku sendiri. Jawabku dalam hati.
Beda sendiri boleh 'kan?
***
tema: taman hiburan
Langganan:
Postingan (Atom)